Minggu, 31 Mei 2015

Enaknya Ditraktir Di DnC Probolinggo

Menurut anda, makan apa yang paling enak? Makan sepuasnya tapi ditraktir!
Jadi, saya ingin tahu, siapakah di dunia ini manusia yang menolak dengan tegas ketika mau ditraktir? Beri saya alasan! :-D

Siang terik khas Probolinggo kota pesisir membuat saya ingin makan siang di tempat yang teduh, asri, dan nyaman. Saya langsung kepikiran DnC Probolinggo. Ya! Dari pengalaman makan malam tempo hari, referensi warung makan saya bertambah. Dan yang ini spesial karena saya dengar-dengarnya (semacam gosip) saya ditraktir. Maka saya segera memastikan, karena dengar-dengarnya juga saya yang merekomendasikan tempat makannya. Kurang apa coba, udah ditraktir, eh saya juga yang memutuskan tempat makannya. Ini yang traktir saya baik bangedh!. Dan pilihan saya adalah DnC 19  alias Depot’N Café 19 Probolinggo. Langsung deh, kita bertiga (saya dan dua orang –tepatnya masih remaja) menuju ke lokasi warung yang terletak di Jalan Pahlawan nomor 19.

Tetap teduh di bawah terik matahari Probolinggo
Saya jarang makan dengan kategori fine dining (lebih cocoknya pas makan malam), artinya sebelum ada makan utama, ada makanan pembuka atau appetizer, lalu diakhiri makanan penutup atau dessert.  Jadi urutan fine dining seperti ini, appetizer, soup, main course (makanan utama), dan dessert. Ini istilah makan komplit yang dilakukan orang-orang Eropa, dan kalau di Indonesia-kan jadi makan berbagai banyak menu. Misal nih menu fine dining, kalau orang Eropa sono, Salad (appetizer), Mushroom Soup (soup), Beef Steak (main course), Pudding atau Ice Cream (dessert). Kalau menu makan kita tentunya berbeda dong, kita berbeda secara geografi dan kebudayaan. Tapi kalau siang ini, saya bakal membuat daftar menu ala fine dining atas traktiran duo remaja yang baik hati ini. Catatan, menu yang saya pilih berdasarkan tingkat kelaparan kami, tidak ditanggung bila anda mengikuti dan berakibat sangat-sangat kenyang :-D!

Banner foto menu yang menggoda
Melihat daftar menu DnC, ada berbagai macam menu snack (pengganti ala appetizer). Dan pilihan kami jatuh ke Samosa (Rp. 10.000,- / 1 porsi isi 3), Mpek-mpek Palembang (Rp. 6.000,-), dan Tahu Tuna (Rp. 10.000,- / 1 porsi isi 4). Sedangkan untuk makanan pokoknya, saya pilih Gurami Asam Manis (Rp. 20.000,-), duo remaja sama-sama memilih Nasi Goreng (@Rp. 12.500,-). Untuk penutupnya, kita bertiga sepakat memilih Es Salju Oreo (Rp. 7.000,-) karena kita penasaran nama minumannya benar-benar membuat kita ngiler! By the way, nama minuman memang membuat kita penasaran bagaimana bentuknya nanti ketika dihidangkan. Saya jadi teringat, pernah suatu ketika disiang yang terik saya melihat spanduk warung dengan menu Es Jerman. Penasaran kan?! Saya menantikan dan membayangkan Es Jerman itu semacam Es Campur, tapi ketika pelayan memberikan Es Jeruk. Saya heran dan mengernyitkan dahi.

‘Mbak, tadi saya pesan Es Jerman’, sanggah saya.
‘Iya mas, ini Es Jerman, Jeruk Manis”, jawab pelayan tanpa rasa bersalah sembari ngeloyor pergi meninggalkan saya duduk melongo.
Saya termenung. Iya sih, bener ya, Es Jerman -- Es Jeruk Manis. Intinya, saya tertipu dengan penamaan minuman ini.

Tapi, untuk Es Salju Oreo, saya yakin tidak tertipu, karena nama minuman tersebut bukan singkatan. Jadi pemirsaahh, mohon dicatat ya pengalaman saya, hehe.

Pelayan DnC pun menghidangkan 3 gelas  Es Salju Oreo. Berbeda dengan pelayan Es Jerman cerita di atas, pelayan DnC dengan ramah menuturkan kalau makanan pesanan kami akan segera datang.  Karena penasaran, kami segera menyesap minuman tersebut. Hmm,segaaarrr! Perpaduan rasa minuman pop ice vanilla ditambah dengan oreo yang diblender, begitulah analisa kami pada minuman enak ini.

Selanjutnya, menu snack yang kami pesan datang.  Diakhiri dengan hidangan menu nasi kami.
Tahu Tuna 
Mpek-mpek Palembang
Samosa
Gurami Asam Manisnya menggoda selera. Dengan lahap saya nikmati bersama nasi. Saus Asam Manisnya gurih. Ada potongan nanasnya yang meninggalkan segar di mulut. Begitupun dengan duo remaja yang asyik menyantap Nasi Goreng pilihan mereka.
Nasi Goreng 

Gurami Asam Manis

 Sebenarnya, kami cukup kenyang dengan sajian makanan nasi, tapi snack yang kami pesan harus segera ditandaskan juga. Samosanya renyah dan gurih. Di dalamnya ada sayur dan daging yang di cincang. Mpek-mpek khas Palembang benar terasa ikannya. Dan Tahu Tuna pun menggoyang lidah kami, rasa Ikan Tunanya maknyuss dan leker! Terakhir, kami menghabiskan Es Salju Oreonya. Wah, sepakat sekali kalau ‘Makan Enak, Murah, DnC Probolinggo’.  Perfecto!

Kami kekenyangan. Duduk santai di bawah rindangnya pohon. Tempat duduk yang kami pesan memang asyik untuk suasana Probolinggo di musim kemarau ini. Seraya rehat usai makan, kami memperhatikan pengunjung lainnya. Ada yang berdua (romantis euy!), ada juga yang datang rame-rame . Intinya, di DnC ini menyediakan tempat duduk yang bervariasi, baik untuk datang sendiri, berdua, atau rombongan. Monggo silahkan dicoba!  

Pengunjung tipe rombongan :-) Asyiknya Rame-rame!!
Duo remaja baik ini yang mentraktir saya. Arigatou!

***    


Lebih lanjut mengenai warung asyik yang satu ini, silahkan klik https://www.facebook.com/profile.php?id=100009044568350&fref=ts




Sabtu, 30 Mei 2015

(Makan) Malam Pertama Di DnC Probolinggo


Wiskul atawa wisata kuliner makin populer di kalangan masyarakat kota. Mulai dari grup anak muda sampai keluarga, mereka meluangkan waktu untuk nongkrong bersama di satu tempat jajanan makanan ataupun warung makanan. Nah, di kota Probolinggo ada satu tempat nongkrong yang asyik, tepatnya sebuah warung makanan dengan nama warung yang kece, DnC 19 (DeEnCeSembilanBelas), jelasnya Depot’N Café di jalan Pahlawan nomor 19 kota Probolinggo.

Tempatnya strategis arah Surabaya (jalur satu arah) dan bersebelahan dengan cuci mobil 24 jam. Kalau anda cuci mobilnya siang maupaun malam hari (sebelum pukul 10 malam) saya yakin anda tidak bosan menunggu, karena selagi mobil dicuci di sebelah, anda tinggal duduk relaks di Warung DnC yang suasananya bikin betah dengan berbagai macam menu masakan yang enak punya.

Jujur, awal kenal Warung DnC ini dari sosial media. Seringkali lewat jalan Pahlawan saya masih belum ada inisiatif masuk. Warung di jalur strategis kan kebanyakan mahal, jadi kapan-kapan saja nongkrongnya. Tapi, suatu ketika, dimalam yang galau (eits, karena lapar euy!, hehe) plus butuh tempat makan yang bisa merelaksasikan pikiran, saya mencoba makan malam di DnC. Dari jauh, tampak hiasan lampu-lampu warungnya bikin suasana hepi. Well, kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya, anda harus memesan makanannya :-D.

Lampu-lampunya bikin suasana asyik!
 Ada dua pilihan dalam memilih tempat duduk di DnC saat malam hari. Anda bebas memilih, ingin suasana terang (cocok untuk rame-rame sekeluarga) atau suasana temaram (yang bakal bikin pasangan merasa cadle light dinner). Saya sih percaya, tempat yang nyaman membuat acara makan jadi tak terlupakan, hehe.


Saya ingin makanan berkuah, pilihan saya tertuju pada Diced Beef in Black Sauce Soup. Ups, maaf, dalam daftar menunya tidak ada sih nama makanan tersebut, hehe, itu istilah saya untuk Rawon pemirsahhh :-D. Tentunya anda tidak perlu menyebutkan istilah asing tersebut pada mas maupun mbak pelayan DnC, bule aja kalau memesan juga pasti menyebut Rawon, hehe. Pelayanan Mas maupun Mbak pelayan DnC memuaskan, tak sampai lama menunggu, pesanan makanan dan minuman pun datang.

Rawon dan Jus Tomat DnC Pemuas Perut Galau :-D
Saya suka nasi Rawon. Ibu saya dan orang-orang kampung kelahiran saya berhasil memasak rawon dengan bumbu rempah-rempah yang membuat rasa kuahnya benar-benar mengesankan (di lidah, perasaan dan pikiran). Lidah saya kalau sudah menyeruput kuah Rawon, secara rasa dan pikiran akan membanding-bandingkan dengan kualitas rasa rawon masakan ibu. Kalau anda pernah melihat film animasi ‘Ratatouille’ anda akan setuju bahwa rasa makanan akan membawa imajinasi anda ke suatu tempat, momen kenangan, atau bahkan mengingatkan anda pada seseorang (lebih tepatnya, masakan Ibu kita masing-masing).

Rawon di DnC 19 ini membuat saya merasakan hal tersebut. Rawonnya enak. Kuahnya benar-benar terasa, terutama rempah orisinal Rawon yakni Kluwek (rempah penting sekali pada masakan Rawon yang membuat efek hitam pada kuahnya). Juga khas dari pendamping Rawon, yakni sambal dengan kecambah kecil yang menambah selera makan. Dan dengan harga yang terjangkau (Rawon Rp. 9000,-), makan aman ya makan di DnC (cihuyy! tidak membuat kantong kempes sekali makan).

Rawon DnC, maknyusss!
Jus Tomat DnC, sllrrrrrppppp!!
 Makan malam Rawon di DnC saya tutup dengan minuman Jus Tomat (Rp. 6000,-). Segarnya tomat (yang menyehatkan) menelurkan rasa puas dan enak setelah menyantap Rawon. Hmmm, yummy
Anda juga sepakat kan, ‘Makan Enak, Murah, DnC Probolinggo!’

***
Anda ingin info jelasnya DnC Probolinggo? Check This Out  https://www.facebook.com/profile.php?id=100009044568350&fref=ts

Kamis, 21 Mei 2015

Senin, 03 November 2014

Tanah Air (Beta)

Sekilas gunung-gunung dan hamparan keindahan sekitarnya.
*Love it*




Dan, ini bukan di Bali (dicatat) :-)


Sabtu, 25 Mei 2013

Nyasar.Com

Yang namanya ‘Nyasar’ (tersesat, keliru tempat,red) memang menjadi pengalaman unik selama melakukan perjalanan. Ibarat dua sisi mata uang, nyasar bikin hati nyeseg, di lain kesempatan malah bikin surprise!

Hari itu bersama serangkaian teman (10 manusia), saya mau jalan-jalan ke pantai di kawasan Tulungagung atau mungkin juga ke daerah Trenggalek. Yang penting, pagi itu kita kumpul di rumah kontrakan –waktu tinggal di Kediri- lalu ke rumah teman di Blitar, nah keputusan akan di ambil pas rehat di rumah teman tersebut.

Udara pagi begitu segar saat melintas perbatasan Kediri-Blitar sambil geguyonan selama perjalanan (itu khas kami!). Layaknya anak muda yang masih labil, kejadian seru selama motor-an serasa di pilem-pilem remaja masa lalu. Saling poto-poto sambil mengendarai motor, tak lupa salip kanan-salip kiri, melintasi jalan seolah-olah jalan itu milik kita saja, Petentang-petenteng gokil khas muda hepi, tapi tetep saja harus minggir ketika bus teriak pakai klakson. Ya kan kita juga nyadar kalau bus itu ‘Raja(H) Jalanan’, motor kami yang kecil tidak mau donk diserempet oleh pengemudi bus (yang seringnya ugal-ugalan). Kita sih bisa balas dendam pas jalanan macet saja, motor gesit kita bisa nyusup kesana-kemari sambil bilang, “kesalip juga kan bus, maaph yeh!”

Dan akhirnya tiba di rumah teman dengan selamat dan bahagia. Apalagi mendengar ibu teman saya bilang ‘belimbing di kebun belakang rumah udah besar-besar, degan-nya juga siap panen’. Alamak! Kita sueneng berat. Meski tujuan ke pantainya masih nanti, yang penting kita minum-minum es degan! Urusan logistik emang tiada duanya (‘pan gratis pulah!)
Hingga kita semua ‘wareg’ –kenyang- sebelum melanjutkan tujuan ke pantai. Lalu semua berunding. Saya dan teman saya (yang joki motor) mendengarnya kita semua akan menuju pantai Popoh yang ada di pesisir selatan Tulungagung. Maka, perjalanan pun berlanjut.
Di persimpangan jalan, motor teman saya ngadat. Saya pun turun dari motor. Ternyata bensin habis. Selama cari kios bensin, teman-teman yang lainnya pun berlalu. Yang penting kita mengikuti arah menuju pantai Popoh, nanti kita bisa ketemu di sana. Maka, perjalanan pun berlanjut (lagi).

Menikmati perjalanan tidak berkelompok memang sepi. Teman saya (yang bonceng saya) sudah ngebut biar bisa ketemu teman-teman yang sudah melaju di depan. Tapi, ternyata tidak ketemu. Ya sudahlah, dinikmati saja perjalanan melintasi bukit hutan jati menuju pantai Popoh. Lewat sms, teman saya yang sudah melaju dulu bilang ketemunya di gerbang atawa pintu loket masuk. Hingga akhirnya kami sampai juga di loket pintu masuk pantai. Yang saya dapatkan sepi. Tanpa terlihat gerombolan teman saya.

“Kok teman-teman tidak ada ya, apa kita mendahului?!”, saya bingung bersama teman saya.
“Mungkin kita tadi terlalu ngebut!”, timpal teman saya. Dan sepakat kita menunggu sebentar. Dan tiba-tiba HP berdering.
“Kamu nyampai mana ne???”, tanya teman saya dari speaker HP.
“Hei, ini kita berdua udah sampai loket masuk! Kalian kok lama??”, balas saya penasaran.
“Lho, kita ini juga sedang nunggu kamu kok tidak sampai-sampai!”
“Berarti kalian kesalip donk?? Aku sekarang udah di depan loket masuk pantai Popoh, kawan. Cepetan”, teriak saya.
“Pantai Popoh???? Kita ini perjalanan ke pantai Prigi Trenggalek, dodol!!”
APAAHHHH???!!!
**@#@@#R%%%SH%###)

Pantai Popoh Tulungangung dan pantai Prigi Trenggalek sama-sama terletak di pesisir selatan tapi jarak antara ke duanya jauuuhhhhh!!!! Hati saya pun nyeseg selama perjalanan nyusul rombongan teman-teman ke pantai Prigi Trenggalek.

***

Beberapa tahun kemudian, saya perjalanan bertiga (lain teman di atas) ke Jogja.

Usai menyusuri wisata tirta Taman Sari (dulu pemandian raja-raja dan ratu-ratu, juga pangeran-pangeran, dan puteri-puteri kerajaan), kami dengan berjalan kaki berniat berkunjung ke Keraton Yogyakarta. Melewati jalanan dan gang-gang rumah penduduk  yang tidak kami kenal akhirnya kami sampai di alun-alun selatan kota Yogyakarta. Dari kejauhan kami melihat sebuah pintu gerbang yang setengah terbuka. Dengan penasaran kami memasukinya. Dan ternyata kami sudah berada di area keraton. Maka  Kami pun berkeliling masuk dari ruang pamer satu ke ruang pamer keraton lainnya (sambil bertanya-tanya dimana bilik loket masuknya ya?!)

Kami enjoy saja menikmati ‘galeri-galeri keraton’ yang banyak menampilkan benda-benda koleksi kerajaan. Koleksi barang yang dipamerkan bagus-bagus (mengundang decak kagum saya), juga menarik, dan eksotik. Kami masuk dari bangunan satu ke bangunan yang lainnya. Bertemu dengan rombongan wisatawan satu dan rombongan wisatawan yang lainnya. Ada yang domestik, dan ada juga yang mancanegara. Ketika berpapasan, kami pasang senyum saat bertatap muka. Dan sejauh dari kami masuk hingga lumayan capek berkeliling, kami bergumam dimana bilik loket masuknya ya?!

Dan teka-teki bilik loket masuk samar-samar terungkap. Sedari tadi, kami tidak menyadari bahwa sering berpapasan dengan wisatawan lain justru kita bertiga yang berlawanan arah. Jadi???

Akhirnya tahu-tahu tujuan akhir kita bertiga bukannya gerbang tulisan ‘pintu keluar’ tetapi kita mendapati (mendekati tepatnya) gerbang masuk pengunjung. ‘kita nyasar donk?!’ kami bertiga saling berpandangan dan cekikikan.

Untungnya jarak gerbang masuk dengan gerbang keluar pengunjung keraton tidak terlalu jauh. Melihat gerbang keluar tentu saja kita buru-buru merapat ke sana dengan melewati petugas penjaga pintu keluar tanpa  pemeriksaan tiket. Lega. Syukurlah!

Ah, nyasar kadang-kadang juga berarti masuk gratis ya?!


*Perhatian! Dilarang mengikuti jejak nyasar saya, hehehehe J

* * *


NB: Meski begitu, saya termasuk tipe pelancong yang taat bayar loket masuk tempat wisata lohhh!!

Minggu, 19 Mei 2013

Foto-foto *comercial break*

ERUPSI!!!,,Eh,,,INTERUPSI!!!

Saya datang lagi!
Sebelum dilanjut episode Tamasya Museum#part 2, agaknya foto-foto saya mau tampil dulu sebagai promosi tempat menarik.
stay tuned*tetep di jalanan sehat dengan jalanjalansehat! ^_*


warga peserta upacara Kasodo

interior masjid agung Sumenep

Pantai Lombang, Sumenep yang memiliki hamparan pasir superhalus dan pesona cemara udang

interior masjid Muhammad Cheng Ho, Pandaan, Pasuruan

Masjid Muhammad Cheng Ho, dekat terminal Pandaan

Penjual Lampion di kota Probolinggo

lampion-lampion yang cantik

Pasir Putih Malikan, Jember

sisi lain Papuma, Pasir putih Malikan

Jalan pulang dari air terjun Kakek Bodo, Prigen, Pasuruan






Jumat, 31 Agustus 2012

Tamasya Museum (1)


Ketika berkunjung ke suatu tempat, saya usahakan untuk memasukkan museum sebagai daftar melancong saya. Saya pikir, dengan berkunjung ke museum wawasan kita semakin bertambah dan yang pasti banyak kita temui benda-benda menarik di sana. Jadi, ketika hendak berangkat, saya searching ada museum apa saja di daerah tersebut. Saya memandang sebuah museum adalah buku ‘gede’ yang tiap halamannya adalah ruang-ruang pajang berisi koleksi benda antik.
*
Baru-baru ini, dalam rangka acara SEMIPRO (SEMInggu di kota PRObolinggo) ada pameran benda koleksi museum-museum yang ada di Jawa Timur. Lumayanlah, buat menambah pengetahuan referensi museum-museum yang ada di propinsi dimana saya tinggal.  Saya excited sama museum Kambang Putih Tuban yang saat itu memajang koleksi sebagian kain tenun batik yang langka. Juga dipajang alat tenun tradisional.

Kemudian, saya juga tertarik Moko koleksi dari museum Trinil kabupaten Ngawi. Sebagai benda peninggalan dari zaman perunggu di Indonesia, selama ini saya hanya bisa menyaksikan dari gambar saja. Tapi malam itu saya puas-puaskan melihat Moko dari jarak dekat (hmm,sebegitu hebohnya ya pertama kali melihat Moko). Dan yang saya perhatikan ornamen yang ada dipermukaan (bagian atas)  terdapat gambar katak, konon dulu digunakan sebagai genderang untuk ritual meminta hujan. Hehe, bisa dibayangkan manusia-manusia baheula  berjoget sambil menabuh Moko (angan-angan nakal!,red).

Moko dari samping (dok.pribadi)

Keterangan Moko (dok.pribadi)

Di samping koleksi benda-benda kuno yang dipamerkan, saya terperangah masuk ke stan RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang. Kok mendadak ada booth RSJ segala??, pikir saya bingung. Well, meski rumah sakit bukan museum, tapi tidak salah kan ada semacam ‘galeri’ benda-benda yang berkaitan dengan RSJ yang dipajang untuk menambah pengetahuan pengunjung (jarang-jarang lho!). Di sana dipamerkan hasil karya pasien gangguan jiwa, di antaranya lukisan. Dan yang seram, ada pasung dari balok kayu. Wihhhh.
Melihat benda-benda koleksi museum memang menyenangkan, meski saya sering kali menahan untuk tidak berteriak (histeris) kepada pengunjung lainnya yang dengan tenangnya menyentuh atau bahkan ada yang sampai mengutak-atik benda koleksi itu (hmmmrrpphhh). Saya sih cuma bisa melotot serta geram dalam hati. Padahal, saya benar-benar menahan hasrat untuk tidak menyentuh (hanya memotret) benda koleksi itu, eh ternyata penjaga museumnya cuek dan tidak menghiraukan pengunjung yang jahil tersebut. Plis dech!
***
(bersambung…)